Meneropong Dunia Baru
Diposting oleh
LINA FUSHA
|
/
Malam kawand maya, ku sapa kalian malam ini tepat 23 juli 2012 sabtu malam, kala mata ini sulit terpejam dengan suasana kamar yang hening dan penuh ketenangan.
Tak sabar rasanya ingin ku bagi secuil kisah yang ku alami minggu2 kemaren. Jangan ragu-ragu untuk membacanya, semoga bermanfaat.
Nyiur angin senja itu menerpa wajahku, yang kala itu ku duduk di depan mesjid sambil menunggu temanku. Hari ini nampak beda, diriku yang biasanya pulang sebelum malam, hari itu terpaksa pulang larut malam. Ada tugas wawancara dari dosen yang mana acanya berlangsung malam hari.
Ku awali jejak petualangan senja itu bersama teman-temanku. Berangkat dari kampus melaju dengan sepeda motor masing-masing, melewati pusat kota terus melaju keselatan sebelah kiri jalan dan sampailah kita disana. Saat itu nampaknya acara belum dimulai, namun kondisinya disana sudah mulai rame dan sesak. Ku sempatkan mengitari tempat itu mncari tempat yang tepat untuk mengambil gambar, exis sebentar.
Mata ku tertuju pada segrombolan pemuda yang nampak beda dari manusia pada umumnya, dengan badan yang penuh dengan gambar yang sering disebut dengan istilah tato. Teman-teman ku memanfaatkan moment itu untuk wawancarai mereka terkait event yang kita hadiri ini. Dan akupun mulai mendekat, ku pandangi wajah mereka satu demi satu.sambil mencatat kata demi kata yang terucap dari bibirnya.
Entah kenapa tiba-tiba kepalaku terasa pusing, badanku melemas dan menggigil. Adzhan magrib berkumandang nampaknya teman-temanku masih sibuk mewawancai mereka, ku tak kuasa menahan kondisi tubuh ku, hingga ku putuskan meninggalkan segerombolan dan mencari tempat untuk sholat magrib.
Setelah sholat kondisi tubuh ku mulai membaik, namun bayang-bayang wajah segrombolan pemuda tadi tetap membuat kepalaku pusing tak karuan. Wajah nya memang tidak buruk, namun teramat gelap dan kusut, dengan berat ku katakan hampir tak tersentuh air wudhu. Ingin ku tinggalkan tempat itu, namun tuntutan tugas membuatku tetap tak bsa pergi.
Setelah sholat magrib ku bergabung lagi dengan teman-temanku, tuk melanjutkan tugas wawancara. Dengan suasana malam yang ramai lengkap dengan musik lumayan keras, Mata kami tertuju pada seseorang yang sudah pantas dipanggil kakek, dengan penampilan tak jauh beda seperti segromolan pemuda tadi dengan badan penuh tato. Kembali kepalaku terasa pening, kali ini lengkap dengan hati menangis.
Pikiranku menerawang kemana-mana kala kupandangi wajah kakek itu yang dengn bangganya bercerita tentang hiasan gambar di tubuhnya. Ku ingat orang seusia kakek itu didesaku, yang mana mereka sibuk dengan ibadahnya dengan hati berdebar-debar menanti kematian seperti apa yang akan menjemputnya. Sedetikpun tak pernah terlewatkan kecuali mengingat mati. aku begitu kasihan pada kakek didepnku ini. Ku tak tahu harus berkata apa, hanya lantunan doa dalam hati yang mampu kubisikkan pada diriku sendiri, semoga Allah menyadarkannya dan memberi kesempatan untuk bertaubat sebulum ajal menjemput.
Meski dalam hati berkecamuk, tetap ku tatap wajahnya dengan senyuman sambil mendengarkan bait-bait kata yang dilontarkannya. Dalam rangka melengkapi tugas dosen aku dan teman-teman foto bareng dengan kakek tersebut sebagai bukti kami menghadiri event ini.
Malam yang kian larut, menyaksikan teman-teman yang masik asyik menikmati acara malam ini, membuatku berat untuk meminta diri (pulang). Sekitar jam 10 malam kuputuskan untuk pulang, dengan kondisi jalan kerumah ku yang begitu sepi membuat ku ragu untuk pulag sendirian. Alhamdulillh ada teman searah perjlanan pulang denganku, kita pulang dengan motor masing-masing.
Terasa letih perjalanan ku malam ini, namun banyak hikmah yang bisa ku dapat. Setidaknya aku menjadi kenal ada dunia yang seperti itu, dan bersyukur yang teramat dalam ku persembahkan pada sang penguasa alam semesta yang tak membiarkanku menjadi bagian dari dunia mereka.
Sampainya di rumah ku tak bisa langsung masuk, rumahku terkunci aku mengerti keluarku pasti kemesjid menghadiri ngaji rutinan malam minggu. Diriku terpaku sendirian di depan rumah, namun keramaian di tempat tadi masih terngiang jelas di benakku.
Melihat kondisi disana dan membandingkannya dengan kondisi didesa ini sungguh dua hal yang teramat beda. Kala malam minggu bagi mereka merupakan moment istimewa tuk berkumpul di pusat-pusat kota sambil ngobrolin hal-hal berbumbu duniawi, maka di desa ini lebih memilih untuk meramaikan mesjid dengan melantunkan bait-bait suci, sambil berdiskusi cara tuk gapai kebahagiaan hakiki.
Live is free, free to choose everything whatever what you want. If you have chosen you can see. Is it tru or falst for you,,,,
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar